SEJARAH SINGKAT IDUL QURBAN / IDUL ADHA
ilustrasi |
Nabi Ibrahim menyampaikan kepada
anaknya,
إِنِّي
أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي
أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
“Sungguh aku telah bermimpi bahwa
aku menyembelih kamu (Ismail), – Aku diperintahkan agar aku menyembelih kamu, wahai
Ismail. – Bagaimana menurutkanmu Ismail? Bapak gelisah karena mimpi ini.”
Ternyata jawaban dari anaknya di luar dugaan. Ia tidak mengatakan, “Jangan!”,
“Tidak mau. Saya tidak mau disembelih.”, atau “Ayah jahat,” misalnya. Ternyata
jawaban dari Ismail,
يَا
أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ
مِنَ الصَّابِرِين
“Wahai Bapakku, lakukan saja. Aku
insya Allah termasuk orang-orang yang siap dengan sabar menghadapi perintah
Allah ini.” “Jadi pendapatmu seperti itu?” “Iya, itu adalah perintah dari
Allah. Lakukan saja, jangan ragu-ragu. Saya Insya Allah termasuk orang-orang
yang sabar dalam menghadapi ujian seperti ini.” Sang orang tua, Nabi Ibrahim,
mendapat dukungan terhadap mimpinya itu. Saat itu Nabi Ibrahim hanya bisa
berkata, “Ya sudah, bismillah kalau begitu. Saya siapkan pisau yang tajam.”
Pisau itu diasahnya bolak-balik sampai tajam betul. Jangan sampai nanti
nyangkut dan sebagainya, karena anak sudah siap.
Nabi Ibrahim tidak pernah menduga
bahwa anaknya, Ismail, setinggi itu kesabarannya. Bahkan dengan tegarnya ia
mengatakan,
يَا
أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ
مِنَ الصَّابِرِين
“Bapakku, lakukan saja – jangan
ragu-ragu – apa yang Allah perintahkan. Insya Allah bapak akan melihat saya
tegar, siap.” Tentu saja bapaknya mendapatkan dorongan/dukungan yang luar
biasa. “Kalau memang begitu, bismillah saya akan melaksanakan perintah Allah.”
Diambillah golok dan diasah bolak-balik hingga tajam dengan semata-mata ingin
mendapatkan ridha Allah. Anak pun tega untuk dipotong demi mendapatkan ridha
Allah Swt. Ibu untuk mendapatkan ridho Allah, ada sedikit saja di rumah sudah
tidak mau.
Ketika itu datanglah setan sambil
berkata, “Ibrahim, kamu orang tua macam apa kata orang nanti, anak saja
disembelih?” “Apa kata orang nanti?” “Apa tidak malu? Tega sekali, anak
satu-satunya disembeli!” “Coba lihat, anaknya lincah seperti itu!” “Anaknya
pintar lagi, enak dipandang, anaknya patuh seperti itu kok dipotong!” “Tidak
punya lagi nanti setelah itu, tidak punya lagi yang seperti itu! Belum tentu
nanti ada lagi seperti dia.” Nabi Ibrahim sudah mempunya tekat. Ia mengambil
batu lalu mengucapkan, “Bismillahi Allahu akbar.” Batu itu dilempar. Akhirnya
seluruh jamaah haji sekarang mengikuti apa yang dulu dilakukan oleh Nabi
Ibrahim ini di dalam mengusir setan dengan melempar batu sambil mengatakan,
“Bismillahi Allahu akbar.”
Jadi sekarang semua jamaah haji
wajib melontar jumrah. Di sana jumrah itu sebenarnya sebagai tanda semacam
tugu. Bentuknya semacam tiang seperti ini, semacam tugu ke atas bisa dilihat
dan dilempar dengan niat bukan melempar tiangnya sebanyak tujuh kali.
Setan/iblis tidak putus asa, “Ah,
bapaknya tidak bisa juga. Biar istrinya.” Istrinya didatangi sama iblis. “Kamu
mempunyai suami seperti itu, masak kamu yang capek, kamu yang melahirkan, kamu
yang membesarkan, suami kamu enak saja mau menyembelih anak itu. Apa kamu orang
perempuan memang tidak mempunyai perasaan?” Ia dibujuk dengan bermacam-macam
cara. Tapi istrinya juga sudah sama-sama bertekat karena tahu bahwa anaknya
juga sudah siap seperti itu. Ia pun mengambil batu dan mengucapkan, “Bismillahi
Allahu akbar.”
Kalau lemparan pertama berada di
satu tempat, lemparan yang kedua berbeda. Lemparan yang pertama sekarang
diperingati sebagai jumrah aqabah. Sedangkan yang kedua adalah jumrah wustha
namanya. Itu adalah ibunya. Yang terakhir setan menggoda Ismail. “Eh, kamu
tidak tahu kalau hidup ini enak, kok kamu nurut saja sih. Kamu masih bisa ini
masih bisa itu di dalam hidup ini. Kamu kok nurut saja padahal setelah itu kamu
mati, tidak bisa apa-apa.” Ismail juga mengambil batu lalu melempar setan
sambil mengucapkan, “Bismillahi Allahu akbar.” Dilemparlah setan ini tiga kali
hingga sekarang berwujud menjadi jumrah sughra.
Karena setan ini sudah minggir
semua sebab dilempari dan mereka tidak menggoda lagi, Ibrahim dengan mudah
melaksanakan niatnya. Ismail dimiringkan ibarat kambing yang mau dipotong,
dikasih ganjel, dan sebagainya. Goloknya juga sudah dicoba memang sudah tajam
betul. Ketika Ibrahim mengucapkan, “Bismillahi Allahu akbar,” ternyata bukan
Ismail yang dipotong tetapi Allah ganti dengan kambing gibas. Ismail tetap
berada di sampingnya dalam keadaan segar bugar. Yang dipotong bapaknya ternyata
adalah kambing. Itulah asal usul kurban, hari raya Kurban. Dalam bahasa arabnya
berarti Idul Adha.